SELAMAT DATANG DI TORAJA___Partner Bisnis Anda Adalah SKM KAREBA

Senin, 14 Februari 2011

Petugas Puskesmas Lalai, Pasien Tewas


KASUS kematian yang diakibatkan oleh kelalaian petugas dan fasilitas kesehatan terjadi lagi. Kali ini korbannya seorang anak berusia lima tahun, bernama Monalisa. Putri pertama dari pasangan Yulius Pongtanan dan Yuliarti ini menghembuskan nafas terakhir dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Sebelumnya, korban tidak mendapat perawatan maksimal di Puskesmas Pangala, kecamatan Rindingallo.

Menurut keterangan yang dihimpun Kareba di rumah duka, Minggu (13/2), awalnya keluarga membawa Monalisa yang menderita penyakit diare ke Puskesmas Pangala sekitar pukul 09.00 Wita, Jumat (11/2). Sesampainya di Puskesmas, korban sempat diperiksa oleh dokter Kristina Natalia. Dokter Kristina sendiri adalah dokter dengan status pegawai tidak tetap (PTT) karena tidak ada dokter tetap di Puskesmas yang memiliki fasilitas rawat inap tersebut.

Namun menurut Simon S. Tambing, salah satu keluarga korban, saat tiba di Puskesmas, korban tidak mendapat perawatan maksimal. Sebab, meski kondisi korban sudah lemas akibat dehidrasi, namun petugas Puskesmas tidak memberi obat pengganti cairan tubuh (infus) maupun pertolongan pertama lainnya.

”Ada memang botol infus tergantung, tetapi katanya tidak ada jarumnya sehingga itu botol hanya tergantung saja di situ tetapi tidak bisa masuk ke tubuh anak kami,” tegas Simon.

Selain tidak diberi infus, korban juga terkesan dibiarkan begitu saja tanpa perhatian dari dokter maupun paramedis. Setelah beberapa jam di Puskesmas baru diberi rujukan ke rumah sakit di Rantepao. ”Pada hal kondisi anak kami sudah sangat gawat,” sesal Simon.

Setelah diberi rujukan, kendala lain menghampiri. Mobil Puskesmas yang seharusnya standby untuk kondisi darurat seperti itu, tidak berada di tempat. Kendaraan operasional satu-satunya milik Puskesmas Rawat Inap Pangala itu, sedang berada di Rantepao, ibukota kabupaten Toraja Utara, yang berjarak kurang lebih 40 kilometer.

”Itu yang keluarga sangat sesalkan, kenapa itu mobil dibawa kemana-mana, padahal dia harus selalu siap di tempat ketika ada kondisi gawat seperti ini,” tandas Simon.

Karena mobil Puskesmas tidak ada, keluarga pun berusaha mencari mobil penumpang atau mobil pribadi untuk disewa menuju ke Rantepao. Namun kondisi di Pangala tidak sama dengan daerah perkotaan, kendaraan sangat sulit diperoleh di tempat itu. Sekitar pukul 14.30 Wita keluarga baru mendapat mobil carteran. Korbanpun dibawa ke Rantepao. Korban hanya pergi sendiri dengan keluarga, tanpa didampingi petugas medis dari Puskesmas Pangala. Namun nasib berkata lain, sekitar sepuluh kilometer dari kota Rantepao, tepatnya di daerah Kalan, lembang Sikuku, kecamatan Kapala Pitu, korban menghembuskan nafas terakhir.

Segel Puskesmas

Karena sudah tidak bernafas dan tidak memiliki tanda-tanda kehidupan, keluarga pun membawa pulang korban ke rumah duka di kelurahan Pangala, kecamatan Rindingallo. Sesampai di rumah duka, isak tangis keluarga tak terbendung. Selain merasa kehilangan, keluarga pun sangat kecewa dengan perlakuan dan pelayanan dari petugas medis di Puskesmas Pangala.

Kecewa dan marah yang tak terbendung membuat keluarga dan warga sekitar melakukan aksi penyegelan di Puskesmas Pangala, sekitar pukul 21.00 Wita, Jumat (11/2) . Hampir semua ruangan di Puskesmas, mulai dari pintu masuk, kantor, poliklinik, unit gawat darurat (UGD), hingga ruang perawatan pasien, disegel. Semua pintu dan jendela Puskesmas dipaku. Sedangkan pintu masuk Puskesmas dipalang menggunakan dua buah bangku panjang.

”Kami tidak akan membuka segel itu sampai ada penjelasan resmi dari pihak Puskesmas dan jalan keluar dari pemerintah, baik kabupaten maupun kecamatan,” tegas Simon Tambing.

Menurut Simon, aksi penyegelan ini merupakan puncak kekecewaan keluarga dan warga Pangala atas pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas yang didirikan sejak tahun 1974 itu. Sebelum peristiwa yang dialami oleh korban Monalisa, jelas Simon, kejadian yang sama juga menimpa beberapa warga lain. Secara umum, kata Simon, pelayanan kesehatan di Puskesmas Pangala sangat mengecewakan.

”Ini bukan kejadian yang pertama. Itu hari, puskesmas ini juga pernah didemo, tetapi tidak digubris oleh pemerintah kabupaten. Ini puncak dari kekecewaan masyarakat,” tandas Simon.

Hingga hari Minggu kemarin, Puskesmas Pangala masih disegel. Petugas puskesmas mengaku tidak berani membuka segel yang dipasang warga. ”Kami hanya minta ijin satu ruangan dibuka karena ada pasien yang sedang dirawat. Itu sudah diberi ijin oleh keluarga dan warga,” ujar seorang petugas Puskesmas yang tidak mau ditulis namanya.

Sementara itu, kepala Puskesmas Pangala, TS Monto, menjelaskan pihaknya sudah berupaya memberikan pelayanan yang baik kepada korban. Tindakan darurat juga sudah dilakukan. Namun karena kondisi korban (dehidrasi) sudah cukup parah sehingga pemasukan jarum suntik infus harus dilakukan oleh dokter ahli, sementara dokter di Puskesmas Pangala hanya dokter umum.

”Kami sama sekali tidak bermaksud menterlantarkan pasien, kami sudah lakukan semua upaya yang kami bisa lakukan,” jelas Monto.

Monto mengakui pada Jumat lalu, kendaraan operasional Puskesmas memang tidak berada di tempat. Hal itu, katanya, bukanlah sebuah hal yang disengaja. Namun mobil itu sedang melakukan tugas dinas ke Rantepao. Saat pasien tiba di Puskesmas, mobil itu sudah berangkat sekitar satu jam yang lalu menuju ke Rantepao.

”Mobil ke Rantepao mengambil kelambu untuk pencegahan malaria dan biskuit (makanan pendukung ASI) di Dinas Kesehatan. Bukan untuk kepentingan pribadi,” urai Monto, sambil mengucapkan permintaan maaf dan turut berduka cita kepada keluarga korban. (aka)

1 komentar: