SELAMAT DATANG DI TORAJA___Partner Bisnis Anda Adalah SKM KAREBA

Jumat, 13 November 2009

Puluhan PNS Terjaring Razia Satpol PP

Puluhan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di kabupaten Tana Toraja terjaring razia petugas satuan polisi pamong praja (Satpol PP) karena tertangkap basah berkeliaran di tempat-tempat umum saat jam kerja. Petugas juga menjaring tiga unit kendaraan dinas (randis) berplat merah yang digunakan untuk berbelanja di pasar, serta siswa yang berkeliaran di jam sekolah.

Dalam razia kedisiplinan yang digelar beberapa waktu lalu, satpol PP menyisir lokasi-lokasi yang disinyalir sering dijadikan tempat PNS berkeliaran di jam dinas diantaranya pasar sentral Makale dan terminal Makale. Dalam penyisiran itu, petugas memergoki belasan PNS yang umumnya wanita sedang asyik berbelanja di pasar sentral Makale. Beberapa PNS yang mengetahui kedatangan petugas, berusaha main kucing-kucingan dengan bersembunyi diantara lapak-lapak pedagang agar tidak terlihat oleh petugas. PNS yang berhasil terjaring kemudian namanya didata oleh petugas untuk diproses.

Di pasar sentral Makale, petugas juga mendapati tiga unit randis roda dua sedang terparkir di lokasi parkir masing-masing bernomor polisi DD 6882 U (randis dinas kesehatan), DD 6946 U (randis kelurahan Tondon kecamatan Makale) serta satu randis lainnya milik kelurahan Ponding Ao kecamatan Masanda. Ketiga randis tersebut diketahui digunakan bukan oleh PNS untuk berbelanja di pasar Makale pada jam kerja. Petugas kemudian mengambil data-data ketiga randis termasuk nama pemilik randis serta yang mengendarainya.

Petugas pun bergeser dari pasar sentral Makale dan melanjutkan penyisiran ke terminal Makale. Di lokasi ini petugas kembali mendapati belasan PNS yang asyik nongkrong di terminal Makale. Petugas juga berhasil menjaring

dua siswa sekolah yang berkeliaran di terminal Makale pada jam sekolah.

Kepala Satpol PP Tana Toraja, Ruben Poni mengatakan, para PNS yang terjaring tersebut kedapatan berkeliaran di luar kantor pada jam kerja untuk kepentingan pribadi dan tidak dapat menunjukkan surat perintah dari atasannya. Razia kedisiplinan ini digelar mulai pukul 08.00-12.30 di dua lokasi, yakni pasar sentral Makale dan terminal Makale. Kedua tempat ini disinyalir sering sebagai tempat nongkrong PNS pada jam kerja.

"Ada 23 PNS yang kedapatan berkeliaran di tempat-tempat umum saat jam kerja saat kami menggelar razia kedisiplinan PNS. Kami juga berhasil memergoki tiga unit randis yang dipakai oleh yang tidak berhak untuk berbelanja di pasar pada jam kerja serta dua siswa yang bolos di jam sekolah," kata Ruben..

Menurut Ruben, penertiban PNS ini dilakukan atas perintah langsung bupati Johanis Amping Situru untuk menegakkan disiplin aparat karena hampir setiap hari banyak PNS yang berkeliaran di tempat-tempat umum pada jam kerja sehingga perlu ditertibkan. Razia disiplin PNS ini secara rutin akan dilaksanakan tetapi dilakukan mendadak agar tidak ketahuan.

Nama-nama PNS yang terjaring akan diserahkan langsung ke Badan Kepegawaian Daerah untuk diproses lebih lanjut. Demikian juga dengan randis yang kedapatan digunakan oleh tidak berhak data-datanya diserahkan ke sekretaris daerah sebagai penanggungjawab aset daerah. Sementara siswa yang kedapatan bolos diserahkan langsung ke sekolah masing-masing.

"Kami hanya sebagai penindak di lapangan. Data-data PNS yang tidak disiplin serta randis yang disalahgunakan diserahkan ke SKPD yang menangani masalah pegawai dan aset daerah," kata dia.

Sebelumnya, bupati Tana Toraja, Johanis Amping Situru saat melantik pejabat struktural eselon II, III dan IV lingkup Pemkab Tana Toraja beberapa waktu lalu, memerintahkan kepada satpol PP untuk terus merazia PNS yang sering

berkeliaran di luar kantor pada jam kerja. Menurut Amping razia ini digelar untuk menegakkan kedisiplinan pegawai karena telah memberikan contoh salah kepada masyarakat yang seharusnya PNS menjadi teladan bagi masyarakat. (r02/krb)

PNS Dominasi Pengurusan Akte Perceraian

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Tana Toraja berhasil melampaui target pendapatan asli daerah (PAD) tahun anggaran 2009. Hingga akhir September, realisasi PAD yang dicapai Disdukcapil mencapai 130 persen atau sekitar Rp 1,2 milyar dari target yang ditetapkan APBD sebesar Rp 750 juta.

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tana Toraja, Kendek Rante, menyatakan hal itu kepada wartawan di ruang kerjanya, baru-baru ini.

"Realisasi PAD yang masuk ke Disdukcapil sudah melampaui target awal yang dibebankan kepada kami. Di awal tahun kami dibebankan PAD Rp 550 juta dan pada APBD perubahan ditambah Rp200 juta. Akhir September PAD yang kami peroleh mencapai 130 persen dari target APBD induk dan APBD perubahan," kata Kendek Rante.

Dia menjelaskan, sumber PAD yang ada di Disdukcapil terdiri dari biaya pengurusan KTP dan biaya akte catatan sipil, seperti akte kelahiran, akte nikah, dan akte perceraian. Diperkirakan, realisasi PAD yang sudah dicapai Disdukcapil akan terus bertambah hingga akhir tahun anggaran. Pasalnya, tiga bulan ke depan banyak warga yang datang mengurus KTP dan akte catatan sipil ke Disdukcapil.

Menurut Kendek, dari catatan Disdukcapil, pengurusan akte catatan sipil yang paling menonjol di tahun 2009, yakni akte perceraian. Meski dirinya enggan membeberkan jumlah akte perceraian yang sudah dikeluarkan, sebagian besar kalangan masyarakat yang mengurus akte perceraian di Disdukcapil berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

"Rata-rata warga yang mengurus akte perceraian di Disdukcapil berstatus PNS. Kami hanya mengeluarkan akte perceraian berdasarkan surat pengantar dari pengadilan," kata Kendek Rante.

Sementara itu, Direktur Eksekutif LSM Toraja Riset Institut (TRI), Avelino Agustinus mengatakan, realisasi PAD yang berhasil dicapai Disdukcapil melampaui target harus diikuti oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lingkup pemkab Tana Toraja. SKPD harus betul-betul melakukan pengawasan terhadap sumber-sumber PAD agar tidak terjadi kebocoran yang merugikan keuangan daerah. Pasalnya, salah satu pendapatan keuangan daerah bersumber dari PAD.

Dia juga menyatakan prihatin dengan kondisi moral PNS di Tana Toraja yang banyak mengurus akte perceraian. Menurutnya, PNS mestinya bisa memberi contoh yang baik kepada masyarakat, baik dalam perilaku, disiplin, dan

keharmonisan keluarga.

"Banyaknya PNS yang mengurus akte perceraian menunjukkan ada yang tidak beres dengan mental aparat negara di daerah ini," ujarnya prihatin. (r03/krb)

KPUD Tegaskan Pilkada Toraja Utara Digelar 2010

Ketua Komisi pemilihan umum daerah (KPUD) Tana Toraja, Luther Pongre'kun menegaskan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Toraja Utara harus dilaksanakan 2010 mendatang.

Hal ini ditegaskan Luther saat menghadiri deklarasi koalisi kerakyatan di hotel Marannu kota Makale, Selasa (22/9) lalu.

Luther menjelaskan, sesuai dengan undang-undang (UU) nomor 28 tahun 2008 tentang pembentukan kabupaten Toraja Utara pada pasal 10 menyatakan paling lambat dua tahun setelah Toraja Utara disetujui menjadi satu kabupaten baru atau selambat-lambatnya 21 Juli 2010, sudah harus dilantik bupati dan wakil bupati devenitif. Dengan demikian, satu bulan sebelum pelantikan bupati defenitif sudah ada bupati terpilih di pilkada.

"Amanah UU menyatakan bupati Toraja Utara devenitif sudah harus dilantik dua tahun sejak UU nomor 28/2008 ditetapkan. Jadi pilkada di Toraja Utara harus digelar 2010 serentak dengan 10 kabupaten/kota lainnya di Sulsel," tegas Luther.

Luther mengatakan, jika belum terbentuk KPUD di Toraja Utara, KPUD Tana Toraja bisa menangani pilkada di dua kabupaten sekaligus, Tana Toraja dan Toraja. KPUD Tana Toraja, jelas Luther, saat ini sedang menyusun rancangan teknis dan anggaran pilkada di Tana Toraja dan Toraja Utara sehingga pelaksanaan pilkada dua kabupaten ini bisa serentak dilaksanakan tahun 2010 mendatang.

Luther juga menjelaskan bahwa caretaker Bupati Toraja Utara sudah menyatakan kesiapan untuk mempercepat pelaksanaan pilkada di daerahnya dan sudah mengusulkan ke pusat agar sekretariat KPUD Toraja Utara segera terbentuk.

Menurut Luther, apabila pilkada di Toraja Utara tidak dilaksanakan serentak dengan 10 kabupaten/kota yang melaksanakan pilkada di 2010 mendatang maka akan berpengaruh terhadap jalannya roda pemerintahan di kabupaten ke 24 di Sulsel itu. Sebelum bupati devenitif dilantik, maka pemerintahan Toraja Utara masih dijabat seorang carekater yang tidak bisa mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis daerah. Diantaranya, peraturan daerah (perda) yang harus ditetapkan oleh pejabat bupati defenitif atas persetujuan DPRD Toraja Utara.

"Saat ini rancangan teknis pilkada Tana Toraja dan Toraja Utara sementara masih digodok di KPUD Tana Toraja. Kami akan berupaya pilkada Tana Toraja dan Toraja Utara dilaksanakan serentak tahun 2010 mendatang," kata dia.(r03)

Tiga Kandidat Bupati Kembalikan Formulir Di Partai Demokrat

MAKALE(SI) - Dari 20 kandidat bupati dan wakil bupati yang mengambil formulir pendaftaran penjaringan bakal calon di DPC Partai Demokrat Tana Toraja (Tator), baru tiga kandidat yang resmi mengembalikan formulir pendaftaran. Ketiga kandidat yakni, Victor Datuan Batara(Kapolres Tator), Yohanis Embon Tandipayuk (Ketua DPC Demokrat Tator) dan Marcellus H Rantetana (Direktur Papua Knowledge Centre For People Driven Development Propinsi Papua).

"Baru tiga kandidat yang resmi mengembalikan formulir pendaftaran di sekretariat DPC Demokrat Tator untuk mengikuti penjaringan bakal calon bupati dan bakal calon wakil bupati pilkada 2010," kata tim penjaringan DPC Demokrat Tator, Irvan Kaparan kepada Seputar Indonesia kemarin.

Irvan menjelaskan, dari ketiga kandidat bupati yang mengembalikan formulir di sekretariat DPC Demokrat Tator, hanya Victor Datuan Batara yang mengembalikan formulir bersama pasangan wakil bupatinya Rossiana Palloan yang saat ini menjabat Kepala Badan perencanaan pembangunan daerah (Bappeda) Tator. Sementara Yohanis Embon Tandipayuk dan Marcellus H Rantetana belum mendaftarkan calon pasangannya.

Irvan mengatakan pendaftaran penjaringan bakal calon bupati dan calon wakil bupati di DPC Demokrat Tator akan berakhir 21 Oktober 2009 atau diperpanjang dua puluh hari dari jadwal semula 1 oktober. Namun, Irvan mengaku tidak mengetahui alasan perpanjangan pendaftaran bakal calon bupati dan bakal calon bupati karena perpanjangan ini atas perintah Sekretaris DPD I Demokrat Sulawesi Selatan.

"DPC Demokrat Tator hanya menjalankan perintah DPD untuk memperpanjang masa pendaftaran bakal calon bupati dan bakal calon wakil bupati. Pendaftaran dan pengembalian formulir akan berakhir 21 Oktober mendatang," kata dia.

Irvan menambahkan, nama-nama bakal calon yang mengembalikan formulir pendafataran akan diserahkan tim penjaringan sekretariat DPC Demokrat Tator ke tim sembilan yang dibentuk langsung oleg DPP Demokrat untuk melakukan verifikasi bakal calon. Tim sembilan akan menjaring tiga nama bakal calon yang akan diusulkan ke DPD Demokrat Sulsel dan DPP Demokrat untuk menentukan salah satu kandidat yang akan digandeng dalam pilkada Tator 2010.

"Kami akan menyerahkan seluruh nama bakal calon yang sudah mengembalikan formulir ke tim sembilan melakukan verifikasi untuk diusulkan menjadi calon bupati dan calon wakil bupati. Keputusan final ada ditangan DPP Demokrat yang punya wewenang calon bupati dan calon wakil bupati yang akan digandeng Partai Demokrat," kata Irvan.

Pengelola Dana Bantuan WNI Eks Tim-Tim Diincar Polisi



Proses penyaluran dana bantuan bagi warga negara Indonesia (WNI) eks Tim-Tim diduga terjadi penyelewengan. Polres Tana Toraja akan menyelidiki kebenaran informasi itu. Bahkan polisi sudah membentuk tim khusus untuk menangani masalah ini.
Wakapolres Tana Toraja, Kompol Andi Henock, saat ditemui wartawan, baru-baru ini, menyatakan berdasarkan laporan masyarakat yang masuk ke Polres, setiap kepala keluarga yang hendak mencairkan bantuan tersebut dikenai potongan 10 persen.
"Dari total Rp 5 juta bantuan per kepala keluarga, ada indikasi terjadi pemotongan sebesar 10 persen atau Rp 500 ribu," jelas perwira asal Papua ini.
Andi mengatakan, berdasarkan laporan masyarakat yang diterima polisi, pemotongan dana bantuan ini terjadi saat penerima bantuan akan melakukan pencairan dana. Setiap Kepala keluarga (KK) WNI eks Timor-Timor pasca jejak pendapat yang mengungsi ke Toraja memperoleh Rp 5 juta dalam bentuk uang tunai. Namun, penerima bantuan hanya menerima Rp 4,5 juta per KK setelah dipotong 10 persen.

Wakapolres menjelaskan, sebelum WNI eks Tim-Tim yang berdomisili di Toraja dan terdaftar sebagai penerima bantuan akan mencairkan dana bantuan korban politik Tim-Tim, mereka diminta menandatangani surat pernyataan dengan sukarela dana bantuan yang mereka terima dipotong 10 persen dengan alasan untuk biaya administrasi.

"Indikasi penyimpangan mengarah pada tindak pidana sesuai laporan WNI eks Tim-Tim yang berdomisili di Toraja yang terdaftar sebagai penerima bantuan korban politik pasca jejak pendapat dipaksa menandatangai surat pernyataan pemotongan dana 10 persen," katanya.
Perwira pertama Polri ini menyatakan, untuk menelusuri kebenaran adanya indikasi penyimpangan, Polres Tana Toraja sudah membentuk tim untuk melakukan penyelidikan proses penyaluran dana bantuan bagi WNI yang meninggalkan Timor-Timor pasca kerusuhan jejak pendapat yang saat ini berdomisili di Toraja. Penyelidikian awal, tim akan melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan pendukung lainnya. Tim juga akan memanggil semua pihak-pihak yang terkait terhadap penyaluran dana bantuan korban politik, baik pengurus maupun penerima.

"Pekan ini tim sudah bergerak untuk mengumpulkan data dan keterangan terkait dugaan pemotongan paksa dana bantuan yang diterima WNI eks Tim-Tim di Toraja. Setelah data dan keterangan serta bukti pendukung sudah lengkap, kami akan memanggil pihak-pihak yang terkait untuk dimintai keterangannya," kata Henock.

Sementara itu, Ketua DPD Komite Nasional Korban politik Tim-Tim Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara, Israel Makole membantah telah terjadi pemotongan anggaran setiap bantuan yang diserahkan kepada WNI eks Tim-Tim di Toraja. Menurutnya, ada beberapa orang yang namanya terdaftar sebagai penerima bantuan dengan sukarela memberikan sebagian dana yang diterimanya kepada pengurus sebagai bentuk terima kasih dan tanpa ada paksaan sedikitpun.

"Kami tidak pernah meminta secara paksa sebagian dana bantuan yang diterima WNI eks Tim-Tim di Toraja. Kalau kami diberi dengan sukarela apa salahnya kami menerima karena itu dianggap sebagai rejeki," kata dia.
Untuk diketahui, jumlah WNI eks Tim-Tim di Tana Toraja dan Toraja Utara yang menerima bantuan sebanyak 455 orang. Bantuan ini bersumber dari anggaran kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat tahun 2009 yang diperuntukkan bagi WNI korban politik yang mengungsi ke berbagai wilayah di Indonesia pasca kerusuhan jejak pendapat di Tim-Tim. Setiap penerima mendapat dana bantuan Rp5.000.000 per kepala keluarga. (r03/krb)
Eks Pimpinan DPRD Masih Kuasai Randis

LSM Forum Komunikasi Masyarakat Tallu Lembangna (FKMTL) mendesak pemerintah kabupaten Tana Toraja untuk segera menarik kendaraan dinas (randis) yang masih dikuasai mantan pimpinan DPRD periode 2004-2009.
"Kami medesak Pemkab Tana Toraja dan Sekwan segera menarik randis pimpinan DPRD yang masih dikuasai ketiga orang mantan pimpinan DPRD. Kendaraan ini adalah milik daerah dan mau dipakai oleh anggota dewan yang baru," tegas Ketua LSM FKTL, Toto L. Balalembang, kepada wartawan baru-baru ini.

Ketiga mantan pimpinan DPRD yang dimaksud, masing-masing Pretty Yohana Tandirerung, M.G Lebang, dan Paulus Tangke.
Toto mengatakan, tiga mantan pimpinan DPRD itu tidak berhak lagi menggunakan randis yang merupakan aset daerah yang dipinjampakaikan ke sekretariat DPRD untuk fasilitas dan kepentingan tugas pimpinan DPRD. Untuk itu, pemkab Tana Toraja harus bertindak tegas menarik kembali randis yang dikuasi tiga mantan DPRD itu sehingga bisa digunakan pimpinan DPRD Tana Toraja, periode 2009-2014.

Toto juga mengatakan Sekretaris DPRD sebagai perpanjangan tangan pemerintah daerah di sekretariat DPRD dianggap tidak tegas sebagai fasilitator dalam upaya menarik randis pimpinan DPRD yang masih dikuasai mantan pimpinan DPRD.
"Yang berhak menggunakan randis pimpinan DPRD adalah pimpinan DPRD dalam rangka menunjang tugas-tugas wakil rakyat dan bukan diperuntukkan untuk kepentingan perorangan," kata Toto.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Sekretaris DPRD, AP Samperompon saat ditemui di kantor DPRD Tana Toraja beberapa waktu lalu, mengakui tiga mantan pimpinan DPRD 2004-2009 belum mengembalikan randis. Dirinya sudah menyerahkan data-data seluruh aset daerah yang ada di sekretariat DPRD ke Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Kekayaan dan Aset Daerah (DPPKKAD) sebagai penanggungjawab aset daerah yang ada di Tana Toraja.

"Sekretariat DPRD tidak berhak mengambil randis dewan yang masih dikuasai mantan pimpinan DPRD dan hanya bertindak sebagai fasilitator. Yang berhak adalah pemkab karena aset yang ada di sekretariat dewan hanya titipan saja dari pemkab Tana Toraja," jelasnya.
Menurut Samperompon, saat ini pihaknya masih fokus terhadap pembagian dan penempatan anggota DPRD Tana Toraja dan Toraja Utara pasca pelantikan. Namun, dalam waktu dekat dirinya akan menyurati ketiga mantan pimpinan DPRD yang hingga kini belum mengembalikan mobil dinas dewan meminta mengembalikan randis dewan yang sebelumnya mereka gunakan selama menjabat sebagai pimpinan DPRD periode 2009-2014. (r03/krb)

5 Tahun DPRD Tana Toraja Hasilkan 60 Perda
Selama kurang lebih lima tahun, sejak dilantik 23 September tahun 2004 lalu, 40 anggota DPRD Tana Toraja berhasil "menelurkan" 60 peraturan daerah (perda). Membuat Perda (baca: Undang-Undang) merupakan salah satu fungsi legislatif, selain fungsi pengawasan dan keuangan.
Mantan wakil ketua DPRD Tana Toraja, Paulus Tangke, menyatakan dari 60 buah peraturan daerah itu, sebagian besar merupakan usulan eksekutif, kemudian dibahas bersama DPRD, lalu disahkan. Sedangkan Perda yang murni inisiatif DPRD hanya sedikit. Sayang, Paulus tidak menyebut jumlah perda yang merupakan inisiatif atau diusulkan DPRD kemudian dibahas bersama pemerintah. Dijelaskan Paulus, dari 60 Perda itu, dua perda dihasilkan pada tahun 2004, 7 perda dihasilkan tahun 2005 dan 8 perda disahkan tahun 2006. Demikian juga di tahun 2007 produk hukum yang dihasilkan 15 perda, 17 perda disahkan di tahun 2008 dan 11 perda dihasilkan di tahun 2009.

Selain berupa Perda, 40 anggota DPRD Tana Toraja, periode 2004-2009 juga berhasil menghasilkan beberapa produk hukum lainnya. Diantaranya keputusan DPRD dan Keputusan pimpinan DPRD. Sejak 2004 hingga 2009 terdapat 106 keputusan DPRD, terdiri dari 7 keputusan tahun 2004, tahun 2005 36 keputusan dan tahun 2006 sebanyak 18 keputusan dibuat. Tahun 2007, DPRD Tana Toraja mengesahkan 25 keputusan DPRD. Dan di tahun 2008 dihasilkan 11 keputusan. Sedangkan tahun 2009 sudah sembilan keputusan DPRD yang disahkan. Sementara jumlah keputusan Pimpinan DPRD sejak tahun 2004-2009 yang dihasilkan sebanyak 64 buah, yakni tahun 2004 7 buah, 2005 sebelas buah dan tahun 2006 sepuluh buah. Sementara tahun 2007 keputusan pimpinan DPRD Tana Toraja yang dihasilkan sebanyak 12 buah, tahun 2008 enam belas buah dan tahun 2009 delapan buah keputusan pimpinan DPRD.

"Masih ada satu perda yang tertinggal yakni perda APBD Perubahan tahun anggaran 2009 yang masih sementara dalam pembahasan. Mudah-mudahan Raperda APBD Perubahan 2009 ini bisa kita tetapkan sebagai Perda sebelum masa bakti DPRD 2004-2009 berakhir 26 September 2009," kata legislator PDI Perjuangan Tana Toraja ini.

Paulus menambahkan, selain membuat produk hukum daerah di berbagai hal, DPRD juga berfungsi sebagai pengawasan dan monitoring pelaksanaan kegiatan pemerintah daerah (pemkab). Pengawasan yang dilakukan DPRD melalui rapat-rapat komisi, kunjungan kerja komisi-komisi dan rapat kerja alat kelengkapan DPRD dengan mitra kerjanya.

"Selama lima tahun menjabat, 40 anggota DPRD Tana Toraja punya tugas dan fungsi untuk mengawasi kegiatan pemerintah kabupaten (eksekutif). Setiap permasalahan yang dihadapi dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya dalam pengawasan dibahas melalui komisi dengan mitra kerjanya," kata dia.

Sementara itu, Direktur Toraja Recearch Institute (TRI), Avelino Agustinus mengatakan, kinerja DPRD Tana Toraja 2004-2009 belum sepenuhnya maksimal dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai wakil rakyat, terutama dalam mengontrol kinerja Bupati. Diharapkan, DPRD baru yang terpilih pada pemilihan legislatif pemilu 2009 nantinya bisa lebih lebih baik lagi. Salah satunya, setiap saat melakukan evaluasi perda yang dibuat sehingga berjalan dengan baik dan berguna bagi masyarakat.

Dia mencontohkan, dari 60 peraturan daerah yang disahkan, hanya satu atau dua saja yang merupakan inisiatif atau usulan DPRD, selebihnya merupakan usulan eksekutif. Sedangkan di bidang pengawasan, belum ada satu pun kasus atau temuan DPRD Tana Toraja yang bermuara ke rana hukum. "Kita tidak tahu apakah kerja eksekutif sudah mantap di mata legislatif atau legislatifnya yang tidak kerja," tegas Avelino.

TRI bahkan mensinyalir selama periode lalu, anggota DPRD terkesan "akrab" dengan eksekutif. Ini disebabkan karena pembagian "kue" yang merata antara pemerintah dan DPRD dalam bentuk proyek perkotaan dan pedesaan (perkodes).

"Harapan kita, DPRD yang baru ini bisa lebih kritis dan bekerja lebih keras untuk rakyat. Itu perkodes kalau bisa ditiadakan, karena prakteknya sudah melenceng dari tujuan awalnya," tegas mantan aktivis Kopel Sulawesi ini. (r06/krb)