SELAMAT DATANG DI TORAJA___Partner Bisnis Anda Adalah SKM KAREBA

Sabtu, 17 September 2011

Pasar Buntu Terbengkelai

Sudah Dua Tahun Selesai Dibangun

Habiskan Dana Rp 1 Milyar

MAKALE --- Pasar tradisional Buntu di kecamatan Gandang Batu Sillanan (Gandasil) kabupaten Tana Toraja hingga kini belum difungsikan. Padahal, pembangunan pasar yang menelan anggaran sekitar Rp1 miliar itu sudah selesai sejak dua tahun lalu.

Belum berfungsinya pasar ini diungkap oleh anggota DPRD Tana Toraja, Semuel EK Mundi saat melakukan di daerah pemilihan (Dapil) III Tana Toraja, beberapa waktu lalu. Menurut wakil ketua DPRD Tana Toraja ini, secara keseluruhan bangunan fisik pasar sudah rampung namun hingga saat ini belum dioperasikan. Bahkan, kata Semuel, di sekitar lokasi pasar sudah nampak kumuh karena keberadaan lapak-lapak pedagang di sepanjang jalan pasar.

“Itu yang kita sesalkan. Pasar ini dibangun dengan uang yang tidak sedikit tetapi dibiarkan mubazir seperti itu. Dalam waktu dekat kami akan memanggil dinas terkait untuk mempertanyakan masalah ini,” tandas politisi PDI Perjuangan ini.

Dikatakan Semuel, belum difungsikannya pasar Buntu menimbulkan keresahan masyarakat dan pedagang. Pasalnya, setiap hari pasar sering terjadi perseteruan diantara pedagang yang memperebutkan tempat untuk berjualan. Akibat perebutan tempat dagangan, ketenangan masyarakat sekitar ikut terusik.

“Tidak adanya penataan tempat bagi pedagang yang berjualan di sekitar lokasi pasar sehingga pedagang seringkali berebut tempat jualan,” jelasnya.

Menurut Semuel, salah satu solusi agar kekumuhan di sekitar lokasi pasar tidak terjadi, pemerintah harus segera mengoperasikan pasar Buntu. Lods-lods yang ada di dalam pasar supaya segera ditempati para pedagang agar tidak ada lagi perseteruan memperebutkan tempat jualan. Dengan begitu, pedagang dan pembeli tidak terganggu saat melakukan transaksi akibat lingkungan yang kumuh sehingga roda perekonomian berjalan lancar.

Dikonfirmasi terpisah, kepala dinas koperasi dan UMKM Tana Toraja, Heasrim Siama enggan berkomentar mengenai pasar Buntu yang sampai saat ini belum dioperasikan. Dia berdalih, kondisi pasar Buntu sudah ditinjau langsung oleh sekretaris kabupaten (Sekkab) Tana Toraja, Enos Karoma.

“Kalau mau tahu permasalahannya, silahkan tanya pak Sekda karena beliau sudah meninjau langsung ke sana,” katanya. (aap)

AMTAK Adukan Tim 9 ke Kejaksaan

AMTAK Adukan Tim 9 ke Kejaksaan
Proses Pembebasan Lahan Bandara Kian Rumit
MAKALE ---- Belum selesai satu masalah, muncul lagi masalah baru. Kira-kira itulah gambaran proses pembebasan lahan bandara baru di kecamatan Mengkendek kabupaten Tana Toraja. Setelah sebelumnya beberapa warga mengajukan gugatan resmi ke pengadilan, kini giliran Aliansi Masyarakat Toraja Anti Korupsi mengadukan dugaan tindak pidana korupsi Tim 9 ke kejaksaan negeri Makale.
Dugaan korupsi pembebasan lahan bandara ini dilaporkan secara resmi oleh Sekretaris Jendral (Sekjen) AMTAK, Daniel Bemba ke Kejari Makale dan diterima oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Makale, Adrianus Y Tomana, Jumat (15/9) kemarin.
Ada pun dugaan tindak pidana korupsi versi AMTAK, diantaranya soal administrasi yang kemudian berpotensi merugikan negara. Kedua mengenai objek ganti rugi berupa tanah kering di sekitar areal sawah (istilah Toraja: ra’ban dalame) yang dikategorikan oleh Tim 9 sebagai lahan pemilik sawah. Juga diduga ada oknum-oknum tertentu yang melakukan manipulasi tanah adat dengan cara mengaku sebagai pemilik tanah padahal oknum tersebut sama sekali tidak punya hak milik atas tanah yang masuk dalam lokasi pembangunan bandara.
Administrasi yang dipersoalkan AMTAK adalah surat keputusan ketua Tim 9, yang juga sekretaris kabupaten Tana Toraja, Enos Karoma nomor 3709/XII/2010 tentang pembentukan satuan tugas (Satgas) pembebasan lahan bandara, sebanyak 146 orang. Setiap anggota Satgas mendapat honor Rp 450 ribu per bulan selama enam bulan. Padahal, menurut peraturan presiden (Perpres) nomor 65 tahun 2006 bahwa dalam kegiatan pengadaan tanah SK diterbitkan oleh bupati.
“Akibat kesalahan SK ini negara berpotensi dirugikan sekitar Rp 394.200.000 untuk membayar honor Satgas,” ujar Daniel.
Pembayaran terhadap areal ra’ban dalame yang dilakukan oleh Tim 9 juga berpotensi untuk menggelapkan tanah adat (hak ulayat). Menurut Daniel, dalam budaya Toraja areal ra’ban dalame ini hanya maksimal sepanjang satu batang bambu (sanglolo tallang) dan merupakan tanah adat (tongkonan) atau tidak termasuk bagian dari sawah. Sehingga Tim 9 diduga melakukan “salah bayar” atas lahan yang masuk kategori ra’ban dalame ini dan berpotensi merugikan negara. AMTAK menduga ada oknum Tim 9 yang memanipulasi data dengan memasukkan areal ra’ban dalame sebagai bagian lahan yang mendapat ganti rugi. Besarnya ganti rugi untuk satu hektere ra’ban dalame sekitar Rp 220 juta. Dengan begitu ada indikasi kerugian negera sekitar Rp 9 miliar.
“Istilah ra’ban dalame ini hanya dikenal pada saat pengelolaan sawah untuk melindungi sawah dari hama penyakit yang diakibatkan oleh rumput atau semak di sekitar sawah dan tidak dikenal dalam transaksi tanah. Tetapi, dalam proses pembebasan lahan lokasi pembangunan bandara, ra’ban dalame bagian dari sawah yang ikut mendapat pembayaran ganti rugi. Ini sangat berpotensi merugikan negera,” tandas Daniel.
Daniel mengatakan, AMTAK siap memberikan data-data yang lebih terperinci tentang indikasi tindak pidana korupsi dalam proses ganti rugi pembebasan lahan lokasi pembangunan bandara guna mendukung upaya kejari Makale dalam melakukan penyelidikan.
“Kami berharap pihak kejaksaan bekerja serius mengusut dugaan korupsi ini. Jika mereka membutuhkan data-data tambahan yang lebih terperinci, kami siap memberikannya,” pungkas Daniel Bemba. (app)

DPRD Desak Pemeritah Ajukan Ranperda RPJMD

DPRD Desak Pemeritah Ajukan Ranperda RPJMD

RANTEPAO ---- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Toraja Utara mendesak pemerintah segera mengajukan rancangan peraturan daerah (Ranperda) mengenai rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Toraja Utara kepada DPRD untuk dibahas menjadi peraturan daerah (Perda). Pasalnya, Perda RPJMD ini akan dijadikan rujukan untuk pembahasan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Toraja Utara tahun 2012.

“Karena pemerintahan kita sudah devinitif maka kebijakan umum anggaran (KUA) dan pembahasan APBD tahun 2012 mendatang sudah harus sesuai dengan visi dan misi bupati dan wakil bupati terpilih,” ujar ketua DPRD Toraja Utara, Sri Krisma Pirade kepada wartawan, Kamis (15/9) kemarin.

Visi dan misi bupati-wakil bupati itu, kata Sri Krisma, tertuang dalam RPJMD. “Makanya kita mendesak pemerintah supaya segera mengajukan ranperda RPMJD untuk kita bahas dan disahkan menjadi sebelum RAPBD induk tahun 2012 dibahas,” sambungnya.

Menurut ketua DPD II Partai Golkar Toraja Utara ini, Perda RPJMD itu paling tidak sudah harus disahkan sesudah pembahasan APBD Perubahan tahun 2011. “Waktu kita sangat sempit. APBD tahun 2012 harus sudah disahkan paling lambat akhir tahun anggaran 2011 (Desember). Pemerintah harus merespon cepat hal ini, sehingga Ranperda RPJMD itu bisa dibahas dengan lebih seksama,” katanya.

Selain Ranperda mengenai RPJMD, hal yang juga sangat mendesak ditunggu DPRD adalah Ranperda mengenai rencana umum tata ruang wilayah (RUTRW). Kedua Ranperda ini, kata Sri Krisma, sangat berkaitan erat dengan proses pembahasan APBD tahun 2012.

“Ada 17 Ranperda yang saat ini sedang kita bahas saat ini, tetapi dua Ranperda itu menurut saya yang paling mendesak untuk dibahas pada saat ini, karena ya itu tadi, berkaitan erat dengan APBD tahun 2012,” ujarnya.

Sementara ketua panitia khusus Ranperda RUTRW, Markus Rantetondok yang dikonfirmasi terpisah, mengatakan salah satu kendala utama pembahasan Ranperda RUTRW adalah belum adanya persetujuan substansi dari dua kementerian, yakni kementerian dalam negeri dan kementrian pekerjaan umum.

“Ranperda RUTRW ini sudah beberapa kali kita seminarkan, tetapi masih ada kendala yang sampai saat ini belum turun, yakni rekomendasi dan Mendagri dan Menteri PU,” katanya. (aap)